Asal Mula Desa Pejagatan dan Adat Istiadat yang Membudaya

Asal Mula Desa Pejagatan dan Adat Istiadat yang Membudaya

Dikisahkan oleh para sesepuh desa di Jaman Penjajahan bahwa pada mulanya Desa Pejagatan merupakan Desa yang masih terpecah pecah wilayahnya yaitu, Karunan, Kecandaran, Telaga Warna, Siparu, Kedungsumur, Konduran dan Bejaten. Wilayah ini berada di area yang berdekatan dan masing masing memiliki Pemimpin (Lurah) sendiri sendiri. Sumber Perekonomian Utama dari wilayah ini terpusat di sebuah Pasar Desa. Pasar Desa ini merupakan sumber perputaran Ekonomi warga masyarakat sekitar dan wilayah wilayah lain. Pasar ini dikenal dengan nama Pasar Kondursari berada di wilayah ujung utara Desa. Sementara cerita lain dari beberapa Wilayah pasar Kedungsumur kenapa disebut Kedungsumur karena diwilayah ini terdapat sebuah sumur yang tidak pernah kering airnya. Karunan di analogikan sebagai suatu peristiwa atau kejadian atau sudah terjadi maka akan terulang lagi dengan kegiatan yang sama yang selanjutnya disebut dengan (Karu), dan wilayah ini di pimpin oleh seorang ahli dibidang masak memasak dalam jumlah besar dan bernama Bu candra. 
Dalam istilah bahasa Jawa orang yang memasak di Hajatan orang disebut (Tukang adang). Sementara cerita lain dari wilayah yang bernama Si Paru adalah (wadah atau tempat untuk masak Gulai Kambing) karena di daerah tersebut banyak orang yang suka berfoya foya atau makan enak. Di tepi sungai Telaga Warna. Pada sekitar tahun 1918 karena terdesak oleh Pemerintahaan Penjajahan Belanda, para tokoh dari beberapa wilayah tersebut bersatu dan melakukan Pemilihan Pemimpin dengan sistem Blengketan. Berikut beberapa wilayah yang melaksanakan sistem Blengketan dan nama-nama pemimpinnya ; Desa Konduran dipimpin oleh Lurah Konduran (Mbah Cokropati), Desa Kedungsumur dipimpin oleh Lurah Kedungsumur (Mbah Rinjem), Desa Krajan dan Desa Karunan yang dipimpin oleh Lurah Mbah Korun. Dahulunya proses Blengketisasi yang berlangsung dapat diuraikan sebagai berikut; Blengketan antara desa Konduran dengan Kedungsumur dimenangkan oleh desa Kedungsumur. Kedungsumur mengusulkan nama ”Desa Tologo Warno”, sedangkan desa Krajan dan Karunan yang dipimpin oleh satu Lurah mengusulkan nama ”Desa Pejagatan”. Belengketan terakhir antara Tlogo Warno dengan Pejagatan dimenangkan oleh desa Pejagatan, dan berdasarkan hasil akhir Blengketisasi desa dinamakan ”Desa Pejagatan” yang mempunyai makna Jagat Raya. Kepemimpinan Pemerintahan Desa kemudian diteruskan sebagai berikut :1. Cokropati (tahun 1860-1884), 2. Ngarif (tahun 1885-1901), 3. Karun (tahun 1902-1923), 4. Jayareja (tahun 1924-1945), 5. Dulah Judi (tahun 1946-1967), 6. Ashar Sodiq (tahun 1968-1989), 7. Khamid Nuryanto (tahun 1990-1998), 8. Mualip (tahun 1999-2013, 9. Hidayat Djuhri (tahun 2013-2019), 10. Mualip (tahun 2019 - sekarang).

Adat Istiadat yang ada di Desa Pejagatan adalah sebagai berikut :
Gombrang adalah pembersihan makan yang dilakukan setiap tanggal 10 Bulan Syuro dan tanggal 25 Bulan Ruwah. Gombrang merupakan tradisi para lelulur yang mengingatkan bahwa setiap yang hidup pasti akan kembali kepada sang Pemberi Hidup. Sya'banan merupakan wujud nyata warga untuk memperingati datangnya bulan puasa. Tradisi ini dilakukan selama 3 hari dua malam, dan seluruh warga desa bebas melakukan Syaba' (keluar atau dolan atau jalan diwaktu setelah maghrib sampai tengah malam) pada sepanjang ruas jalan Desa sampai dengan pasar Kedungsumur. Likuran dan Lawean merupakan tradisi warga Desa Pejagatan untuk memperingati hari Keduapuluhsatu dan Kedua puluhlima pada hari Puasa Ramdhan setiap tahunnya. Likuran dan Lawean ini merupakan wujud syukur tiap warga Desa yang biasanya diwujudkan dengan tradisi "Entak Entik". Pada Tradisi ini seluruh warga Desa membuat Sapitan; sapitan merupakan ayam yang dibakar menggunakan tungku dan di sapit bambu dengan ditutup daun pisang. Rasa sapitan Khas dan wangi. Tradisi sapitan dilengkapi dengan bermainnya anak anak kecil malam hari dengan membuat tenda tenda di depan rumah dengan menggunakan Jarik atau Terpal, ada tradisi saling berkunjung dan mengunjungi dengan membawa "Bongkohan". Bongkohan adalah kumpulan beberapa jajanan baik jajanan tradisional atau jajanan di era sekarang. Dalam Entak Entik ini akan ramai sekali suasana malam setelah Tarawih sampai dengan Sebelum Sahur, dengan menyayikan Lagu Tradisional Entak Entik

Tari Jagat Gerabah
Tari jagat Gerabah merupakan hasil inisiasi perintisan Desa Eduwisata Gerabah. Tarian ini merupakan wujud nyata dari prosesi pembuatan Gerabah, dari mulai pengolahan tanah, idek, leler, nggerus, sampai dengan proses pembakaran Gerabah. Tarian ini bermaksud untuk mengajak semua warga Desa khususnya Generasi Muda untuk nguri uri Budaya Leler atau membuat Gerabah. Diinisiasi oleh 3 gadis remaja yang dengan menggunakan seragam tari khas adat Kebumen yang didesain khusus untuk Tari Jagat Gerabah. Musik khas tarian ini adalah Kendang trompet dan perkusi sebagai ciri khas tarian persuasif tari Jagat Gerabah.

Bagikan :

Tambahkan Komentar Ke Twitter

Kebumen Terkini

Berikut 14 Ruas Jalan yang Tengah Dibangun Pemkab Kebumen
Tahun Ini KIE Ditiadakan, Diganti Expo Keagamaan
Peringati Hardiknas, Bupati Kebumen Upayakan Para Guru Honorer Diangkat PPPK
Peringati Hari Buruh, Bupati Kebumen Sebut Angka Penganguran Turun
Berkomitmen Majukan Pendidikan, Bupati Kebumen Raih Penghargaan Detik Jateng-Jogja Awards

Arsip Sejarah dan Profil Adat Istiadat

Statistik Pengunjung

Polling 1

Polling 2